Terbangun dari tidurku yang
kurang nyenyak pada pukul 9.17 pagi, membuatku merasa pusing dan terasa
pegal-pegal di bagian leher, pinggang, serta kaki. Rumah pun sepi karena ibu,
adik, dan nenekku pergi entah kemana, mungkin ke pasar atau mengambil uang
pensiun milik kakek. Kubuka jendela kamarku, agar udara pagi itu masuk ke dalam
kamarku yang pengap akibat tak ada ventilasi. Handphone ku yang jadul selalu cek, berharap ada sebuah pesan masuk
dan memberiku ucapan selamat pagi, namun jarang sekali bahkan tak ada satu pun
pesan masuk ke Handphone ku yang sudah ku pakai sejak aku duduk di kelas 2 SMA
itu. Sesaat aku termenung dan kembali merebahkan badanku yang selalu terasa
berat.
Aku keluar dari pintu kamar
mencari makanan di meja makan tempat biasa ibuku menyajikan makanan. Tudung
saji yang seumur denganku itu menutupi beberapa piring dan mangkok. Dengan
sabar aku makan 2 entong nasi dan 3 buah tahu bersama kecap manis. Yang ada
dalam pikiranku adalah kenyang daripada aku mati kelaparan. Air yang ada di
dalam teko selalu ku minum setelah ku makan, tanpa gelas, langsung dari teko
plastik berwarna biru tersebut. Lalu aku keluar rumah dan melihat apa yang
terjadi. Sepi, yang ada hanya mendung menutupi bagian utara langit. Kembali
masuk ke kamar untuk merebahkan badanku, lagi.
Laptop hitam abu-abu yang diberi
oleh pamanku, ku hidupkan. Selalu ku buka game atau pemutar musik, karena modem
tak pernah terisi pulsa dan tak ada yang mau mebelikan karna harganya memang
cukup mahal bagiku.
3 jam kemudian ibuku pulang dan
menanyakan bahwa aku sudah makan atau belum. Ku jawab sudah kenyang agar ibuku
tak bingung dan beliau bisa melakukan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga dan
pekerjaan utamanya, mencuci pakaian orang. Pekerjaan yang sangat melelahkan
itu, beliau lakukan sejak aku 8 tahun yang lalu semenjak mengandung dik
permpuanku. Uang yang dihasilkan pun tak cukup untuk membayar uang kuliahku
yang sangat membunuh jika ibuku sendiri yang membayarnya. itu semua berkat
paman ku yang bekerja di luar negeri dan pamanku yang berada di Jakarta. Tak
lama setelah ibuku bertanya, aku segera menggunkan sepeda motor berplat AB
keluar rumah mencari sesorang yang dapat membantuku meneruskan hidup. Teman,
sahabat, maupun pacar yang sekiranya dapat mempermudah hidupku ini.
Ku mulai dari sahabatku yang
sering pergi bermain denganku. Hape ku buka, ku kirim pesan singkat dan
menanyakan keberadaannya. Menurutku dia itu orang yang hebat, bisa menaklukan
beberapa wanita sekaligus. Aku memang tak bisa seperti itu, tapi bagiku itu
merupakan sebuah bakat terpendam yang dimilikinya. Dia ku kenal sejak aku duduk
di kelas 1 SMP. Sejak saat itu kita selalu “Berjuang” bersama hingga sekarang
kita duduk di bangku kuliah. Dia tidak pernah menyombngkan diri atau
punberkhianat, dia selalu mencoba menghiburku waktu aku sedih bahkan menangis.
Tapi terkadang dia selalu membuatku menunggu, mulai dari acara main, nongkrong
bersama, bahkan saat kita janjian. Kita sering bertukar pikiran dan mengerti keadaan sau sama lain. Walaupun
rumahnya jauh dari rumahku, dia mau menjemputku untuk pergi bermain.
Tak lama setelah aku mengirim
pesan, dia pun membalas. Dia berkata sedang berada di rumah sebab dia sedang
bangun dari tidurnya dan akan keluar nanti setelah dia mandi dan bersiap-siap
untuk keluar. Dengan sangat terpaksa aku pergi keluar sendiri untuk menghibur
diri. Biasanya aku pergi ke tempat dimana aku biasa berkumpul dengan
teman-temanku dan juga sahabatku. Tempatnya tak jauh dari rumahku, hanya
berjarak 5 menit jika menggunkan sepeda motor atau 10 menit jika aku berjalan
dari rumah. Tempatnya tidak terlalu bersih dan tidak terlalu kumuh, tapi kami
selalu kesana untuk saling berbagi cerita, pengalaman, dan juga isi hati. Sudah
selama 7 tahun aku sering disana dan sudah berkali-kali berganti kursi. Tempat
itu bagaikan tempat bersejarah bagiku, karena di sana adalah tempat ku membentuk
kerpribadianku dan juga kebiasaanku.
Setibanya disana, tak terlihat
seseorang pun berada di sana,k ecuali sang penjual, sepasang suami istri dan
seorang anak perempuan remaja. Mereka tinggal di sana dan terlihat sangat
harmonis. Mereka hidup tercukupi dan saling melengkapi. Namun teman-temanku
sering menjadikan mereka bahan pembicaraan karena terkadang mereka sangat
membuat kesal bahkan sombong dalam setiap perkataannya. Seperti biasa, ku beli
3 buah batang rokok dan 1 gelas kopi hitam hangat untuk menunggu seseorang
datang.
Pukul 2 siang dan belum ada
satupun orang datang. Mungkin dikarenakan langit yang sudah menghitam dan air
hujan sudah menggantung di langit hari itu. Banyak sepeda motor berlalu-lalang
menghiasi jalan di depan tongkrongan ku itu, mulai dari anak-anak, remaja, dan
orang tua sekali pun. Biasanya teman-temanku pun menjadikan mereka bahan
pembicaraan, mungkin karena temanku dan tentunya aku hanya bisa mengejek dan
mencela siapapun dan darimanapun orang yang lewat. Apalagi jika yang melintas seorang
wanita remaja, selalu digoda bahkan dicemooh. Aku pun menyadari terkadang aku
juga terhasut ikut melakukan hal yang sama, mulai dari menghina dan lain
sebagainya yang dilakukan teman-temanku. Sebenarnya itu perbuatan yang kurang
baik, namun bagaimana lagi, hal itu juga membuat aku merasa terisi dengan
kesenangan sesaat.
Siang itu memang sepi dan hujan
pun mulai jatuh di permukaan bumi, dan segera aku menghitung pembelianku lalu
membayar semua yang kubeli. Aku segera pulang kerumah karena sudah berjam-jam
aku menunggu dan tak ada satupun orang yang datang.
Sesampinya di rumah, kulepas
mantel hujan, helm, dan segera masuk kedalam kamar. Di kamar hal yang biasa ku
lakukan jika bukan bermain Laptop, bermain gitar, berarti aku tidur. Hujan
mulai lebat dan aku memilih acara tidur siang. Entah apa yang akan kulakukan
karena hari itu adalah liburan kuliah dan Natal yang cukup lama.
Jam setengah 6 sore, hujan masih
gerimis dan udara terasa sangat dingin. Bergegas aku pergi ke dapur dan
memanaskan air untukku mandi di sore hari itu. Sembari menunggu, aku bermain
gitar di kamar. Dulu memang aku suka bermain gitar, tapi sejak aku kehilangan
gitar kesayanganku, aku jarang memainkannya. Dan gitar yang berada di kamarku
adalah gitar milik keponakanku semua yang diberikan kepadaku. Setelah 10 menit,
airku pun mendidih. Saat mandi dengan air hangat, aku mencoba merasakan
hangatnya air itu agar dapat menghilangkan ras pegal-pegel kurang berolah raga.
Kusiram dari atas kepala dan airnya pun mengalir kebawah membasahi seluruh
tubuhku. Setelah menggunakkan sabun, ku bilas dengan air hingga bersih dan
masih mencoba merasakan hangatnya air tersebut. Ibuku yag berada di dapur
memasak sesuatu yang harum baunya hingga tercium di kamar mandi tempat aku
mandi. Perutku pun sudah mulai bernyanyi tanda aku sudah merasa lapar. Setelah
menggunakan handuk dan memakai baju, aku mengambil nasi ke dalam piring. Itu
adalah makan malamku, karna suduh terbiasa jika aku makan 2 hari sekali. Dengan
lahap dan terasa panas dimulut, aku menelan nasi dan sayur Bayam buatan ibuku.
Setelah selesai makan, aku
berpamitan keluar untuk mencari temanku lagi. Masih saja Hape ku tak ada pesan
yang hinggap. Ku urutan daftar nomor Hape yang ada di Hapeku, muali dari A
hingga Z semuanya ku kirim sms dan hanya beberapa yang membalas. Dan salah
satunya adalah seorang wanita yang tidak begitu aku mengerti jalan pikirannya.
Dia memang sudah bukan Pacarku, tapi dia tidak mau kehilangan aku. Hubungan itu
berakhir beberapa bulan yang lalu. Dia sudah kukenal lama sekali. Apapun sifat
orangnya, aku sudah paham dan bisa menebak semua.Yang dulu cinta sekarang
berubah menjadi benci, namun masih sayang. Aku juga bingung apa yang selama ini
aku pertahankan. Aku sudah sejak awal berkata jika aku sangat tidak menyukai hadirnya
orang ketiga, tapi dia masih selalu mencoba menghadirkan orang ketiga. Dia
memang lebih tua 6 bulan dariku, tapi dia belum bisa berpikir ke depan. Yang
ada dalam pikirannya adalah senang, senang, dan senang. Aku takut hal itu akan
dia bawa hingga dia dewasa nanti. Ku ajak dia kembali menjadi sepasang kekasih
namun dia selalu menolak dan berkata jika dia belum siap dan belum yakin dengan
perasaannya. Dia takut jika dia kembali jatuh ke lubang yang sama. Aku berusaha
meyakinkannya dengan segala cara, tapi masih saja sama dan selalu sama. Mungkin
aku harus mencari seseorang yang bisa menggantikannya agar dia mengerti dan
merasakan sesuatu. Tapi aku tidak tega karena aku masih menyayanginya.
Akhirnya aku pergi keluar
dengannya, karena tidak ada yang mengajakku keluar. Seperti biasa kita pergi
ketempat teman, lalu kita saling diam satu sama lain. Dia sibuk mengoperasikan
ponsel canggih miliknya, dan itu membuatnya merasa tenang, hanya ada beberapa
kalimat yang menandakan kita Sali berbicara. Saat waktu menunjukan pukul 9 malam aku mengantarnya pulang. Entah sesuatu
apa yang membuat aku kuat menjalani ini semua. Di perjalanan kita biasa
bercerita dan bertukar pikiran, termasuk saling bercanda. Dan waktu terasa
sudah melewati pukul 10 malam, aku langsung pulang kerumah. Setibaya di rumah,
aku mencuci kaki dan bergegas tidur.
Memang hari itu mirip dengan
hari-hari lainnya, bahkan sama. Aku berharap suatu hari nanti akan ada
perubahan yang terjadi, bukan stabil dan akan lebih baik dari hari-hari yang
sudah berlalu bagai angin yang berhembus. Menurutku, hidup ini bagikan sebuah
film, ada yang bersandiwara dan ada yang apa adanya. Tapi memang pandangan
orang berdeda-beda, ada yang anaeh, lucu, sedih, dan lainnya mereka campur
menjadi satu, menjadi sebuah jalan hidup. Kita memang tidak pernah tau apa yang
akan terjadi esok hari, entah kita akan kaya, sukses, terjatuh, bahkan mati.
Tapi kita bisa merubahnya dari sekarang, atau kita memulai untuk merubah
semuanya. Berpikirlah ke depan agar kita mencapai impian.