Sabtu, 22 Desember 2012

Kapan Berubah?



Terbangun dari tidurku yang kurang nyenyak pada pukul 9.17 pagi, membuatku merasa pusing dan terasa pegal-pegal di bagian leher, pinggang, serta kaki. Rumah pun sepi karena ibu, adik, dan nenekku pergi entah kemana, mungkin ke pasar atau mengambil uang pensiun milik kakek. Kubuka jendela kamarku, agar udara pagi itu masuk ke dalam kamarku yang pengap akibat tak ada ventilasi. Handphone ku yang jadul selalu cek, berharap ada sebuah pesan masuk dan memberiku ucapan selamat pagi, namun jarang sekali bahkan tak ada satu pun pesan masuk ke Handphone ku yang sudah ku pakai sejak aku duduk di kelas 2 SMA itu. Sesaat aku termenung dan kembali merebahkan badanku yang selalu terasa berat.
Aku keluar dari pintu kamar mencari makanan di meja makan tempat biasa ibuku menyajikan makanan. Tudung saji yang seumur denganku itu menutupi beberapa piring dan mangkok. Dengan sabar aku makan 2 entong nasi dan 3 buah tahu bersama kecap manis. Yang ada dalam pikiranku adalah kenyang daripada aku mati kelaparan. Air yang ada di dalam teko selalu ku minum setelah ku makan, tanpa gelas, langsung dari teko plastik berwarna biru tersebut. Lalu aku keluar rumah dan melihat apa yang terjadi. Sepi, yang ada hanya mendung menutupi bagian utara langit. Kembali masuk ke kamar untuk merebahkan badanku, lagi.
Laptop hitam abu-abu yang diberi oleh pamanku, ku hidupkan. Selalu ku buka game atau pemutar musik, karena modem tak pernah terisi pulsa dan tak ada yang mau mebelikan karna harganya memang cukup mahal bagiku.
3 jam kemudian ibuku pulang dan menanyakan bahwa aku sudah makan atau belum. Ku jawab sudah kenyang agar ibuku tak bingung dan beliau bisa melakukan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga dan pekerjaan utamanya, mencuci pakaian orang. Pekerjaan yang sangat melelahkan itu, beliau lakukan sejak aku 8 tahun yang lalu semenjak mengandung dik permpuanku. Uang yang dihasilkan pun tak cukup untuk membayar uang kuliahku yang sangat membunuh jika ibuku sendiri yang membayarnya. itu semua berkat paman ku yang bekerja di luar negeri dan pamanku yang berada di Jakarta. Tak lama setelah ibuku bertanya, aku segera menggunkan sepeda motor berplat AB keluar rumah mencari sesorang yang dapat membantuku meneruskan hidup. Teman, sahabat, maupun pacar yang sekiranya dapat mempermudah hidupku ini.
Ku mulai dari sahabatku yang sering pergi bermain denganku. Hape ku buka, ku kirim pesan singkat dan menanyakan keberadaannya. Menurutku dia itu orang yang hebat, bisa menaklukan beberapa wanita sekaligus. Aku memang tak bisa seperti itu, tapi bagiku itu merupakan sebuah bakat terpendam yang dimilikinya. Dia ku kenal sejak aku duduk di kelas 1 SMP. Sejak saat itu kita selalu “Berjuang” bersama hingga sekarang kita duduk di bangku kuliah. Dia tidak pernah menyombngkan diri atau punberkhianat, dia selalu mencoba menghiburku waktu aku sedih bahkan menangis. Tapi terkadang dia selalu membuatku menunggu, mulai dari acara main, nongkrong bersama, bahkan saat kita janjian. Kita sering bertukar pikiran dan  mengerti keadaan sau sama lain. Walaupun rumahnya jauh dari rumahku, dia mau menjemputku untuk pergi bermain.
Tak lama setelah aku mengirim pesan, dia pun membalas. Dia berkata sedang berada di rumah sebab dia sedang bangun dari tidurnya dan akan keluar nanti setelah dia mandi dan bersiap-siap untuk keluar. Dengan sangat terpaksa aku pergi keluar sendiri untuk menghibur diri. Biasanya aku pergi ke tempat dimana aku biasa berkumpul dengan teman-temanku dan juga sahabatku. Tempatnya tak jauh dari rumahku, hanya berjarak 5 menit jika menggunkan sepeda motor atau 10 menit jika aku berjalan dari rumah. Tempatnya tidak terlalu bersih dan tidak terlalu kumuh, tapi kami selalu kesana untuk saling berbagi cerita, pengalaman, dan juga isi hati. Sudah selama 7 tahun aku sering disana dan sudah berkali-kali berganti kursi. Tempat itu bagaikan tempat bersejarah bagiku, karena di sana adalah tempat ku membentuk kerpribadianku dan juga kebiasaanku.
Setibanya disana, tak terlihat seseorang pun berada di sana,k ecuali sang penjual, sepasang suami istri dan seorang anak perempuan remaja. Mereka tinggal di sana dan terlihat sangat harmonis. Mereka hidup tercukupi dan saling melengkapi. Namun teman-temanku sering menjadikan mereka bahan pembicaraan karena terkadang mereka sangat membuat kesal bahkan sombong dalam setiap perkataannya. Seperti biasa, ku beli 3 buah batang rokok dan 1 gelas kopi hitam hangat untuk menunggu seseorang datang.
Pukul 2 siang dan belum ada satupun orang datang. Mungkin dikarenakan langit yang sudah menghitam dan air hujan sudah menggantung di langit hari itu. Banyak sepeda motor berlalu-lalang menghiasi jalan di depan tongkrongan ku itu, mulai dari anak-anak, remaja, dan orang tua sekali pun. Biasanya teman-temanku pun menjadikan mereka bahan pembicaraan, mungkin karena temanku dan tentunya aku hanya bisa mengejek dan mencela siapapun dan darimanapun orang yang lewat. Apalagi jika yang melintas seorang wanita remaja, selalu digoda bahkan dicemooh. Aku pun menyadari terkadang aku juga terhasut ikut melakukan hal yang sama, mulai dari menghina dan lain sebagainya yang dilakukan teman-temanku. Sebenarnya itu perbuatan yang kurang baik, namun bagaimana lagi, hal itu juga membuat aku merasa terisi dengan kesenangan sesaat.
Siang itu memang sepi dan hujan pun mulai jatuh di permukaan bumi, dan segera aku menghitung pembelianku lalu membayar semua yang kubeli. Aku segera pulang kerumah karena sudah berjam-jam aku menunggu dan tak ada satupun orang yang datang.
Sesampinya di rumah, kulepas mantel hujan, helm, dan segera masuk kedalam kamar. Di kamar hal yang biasa ku lakukan jika bukan bermain Laptop, bermain gitar, berarti aku tidur. Hujan mulai lebat dan aku memilih acara tidur siang. Entah apa yang akan kulakukan karena hari itu adalah liburan kuliah dan Natal yang cukup lama.
Jam setengah 6 sore, hujan masih gerimis dan udara terasa sangat dingin. Bergegas aku pergi ke dapur dan memanaskan air untukku mandi di sore hari itu. Sembari menunggu, aku bermain gitar di kamar. Dulu memang aku suka bermain gitar, tapi sejak aku kehilangan gitar kesayanganku, aku jarang memainkannya. Dan gitar yang berada di kamarku adalah gitar milik keponakanku semua yang diberikan kepadaku. Setelah 10 menit, airku pun mendidih. Saat mandi dengan air hangat, aku mencoba merasakan hangatnya air itu agar dapat menghilangkan ras pegal-pegel kurang berolah raga. Kusiram dari atas kepala dan airnya pun mengalir kebawah membasahi seluruh tubuhku. Setelah menggunakkan sabun, ku bilas dengan air hingga bersih dan masih mencoba merasakan hangatnya air tersebut. Ibuku yag berada di dapur memasak sesuatu yang harum baunya hingga tercium di kamar mandi tempat aku mandi. Perutku pun sudah mulai bernyanyi tanda aku sudah merasa lapar. Setelah menggunakan handuk dan memakai baju, aku mengambil nasi ke dalam piring. Itu adalah makan malamku, karna suduh terbiasa jika aku makan 2 hari sekali. Dengan lahap dan terasa panas dimulut, aku menelan nasi dan sayur Bayam buatan ibuku.
Setelah selesai makan, aku berpamitan keluar untuk mencari temanku lagi. Masih saja Hape ku tak ada pesan yang hinggap. Ku urutan daftar nomor Hape yang ada di Hapeku, muali dari A hingga Z semuanya ku kirim sms dan hanya beberapa yang membalas. Dan salah satunya adalah seorang wanita yang tidak begitu aku mengerti jalan pikirannya. Dia memang sudah bukan Pacarku, tapi dia tidak mau kehilangan aku. Hubungan itu berakhir beberapa bulan yang lalu. Dia sudah kukenal lama sekali. Apapun sifat orangnya, aku sudah paham dan bisa menebak semua.Yang dulu cinta sekarang berubah menjadi benci, namun masih sayang. Aku juga bingung apa yang selama ini aku pertahankan. Aku sudah sejak awal berkata jika aku sangat tidak menyukai hadirnya orang ketiga, tapi dia masih selalu mencoba menghadirkan orang ketiga. Dia memang lebih tua 6 bulan dariku, tapi dia belum bisa berpikir ke depan. Yang ada dalam pikirannya adalah senang, senang, dan senang. Aku takut hal itu akan dia bawa hingga dia dewasa nanti. Ku ajak dia kembali menjadi sepasang kekasih namun dia selalu menolak dan berkata jika dia belum siap dan belum yakin dengan perasaannya. Dia takut jika dia kembali jatuh ke lubang yang sama. Aku berusaha meyakinkannya dengan segala cara, tapi masih saja sama dan selalu sama. Mungkin aku harus mencari seseorang yang bisa menggantikannya agar dia mengerti dan merasakan sesuatu. Tapi aku tidak tega karena aku masih menyayanginya.
Akhirnya aku pergi keluar dengannya, karena tidak ada yang mengajakku keluar. Seperti biasa kita pergi ketempat teman, lalu kita saling diam satu sama lain. Dia sibuk mengoperasikan ponsel canggih miliknya, dan itu membuatnya merasa tenang, hanya ada beberapa kalimat yang menandakan kita Sali berbicara. Saat waktu menunjukan pukul  9 malam aku mengantarnya pulang. Entah sesuatu apa yang membuat aku kuat menjalani ini semua. Di perjalanan kita biasa bercerita dan bertukar pikiran, termasuk saling bercanda. Dan waktu terasa sudah melewati pukul 10 malam, aku langsung pulang kerumah. Setibaya di rumah, aku mencuci kaki dan bergegas tidur.
Memang hari itu mirip dengan hari-hari lainnya, bahkan sama. Aku berharap suatu hari nanti akan ada perubahan yang terjadi, bukan stabil dan akan lebih baik dari hari-hari yang sudah berlalu bagai angin yang berhembus. Menurutku, hidup ini bagikan sebuah film, ada yang bersandiwara dan ada yang apa adanya. Tapi memang pandangan orang berdeda-beda, ada yang anaeh, lucu, sedih, dan lainnya mereka campur menjadi satu, menjadi sebuah jalan hidup. Kita memang tidak pernah tau apa yang akan terjadi esok hari, entah kita akan kaya, sukses, terjatuh, bahkan mati. Tapi kita bisa merubahnya dari sekarang, atau kita memulai untuk merubah semuanya. Berpikirlah ke depan agar kita mencapai impian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar